Banyuasin, JITOE.com – Indonesia memiliki kekayaan laut yang melimpah, namun pemanfaatannya dinilai belum optimal. Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyebutkan industri perkapalan harus dikembangkan agar sumber daya kelautan bisa dikelola dengan lebih baik demi kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, sektor ini masih kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, padahal memiliki peran penting dalam menunjang ekonomi maritim.
“Indonesia ini hanya bisa maju kalau industri kelautan kita dimajukan, karena laut kita kaya dan itu bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Saleh Partaonan Daulay, saat Kunjungan Spesifik Komisi VII DPR RI ke PT Mariana Bahagia di Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (06/02/2025).
Menurutnya, selama ini fokus pembangunan lebih banyak tertuju pada sumber daya di darat seperti pertambangan dan perkebunan, sementara kekayaan laut belum dimanfaatkan secara maksimal. Ia menekankan pentingnya keberadaan kapal yang memadai agar potensi maritim tidak justru dinikmati oleh pihak asing.
Dalam kunjungan ke PT Mariana Bahagia di Banyuasin, Sumatera Selatan, Komisi VII menyerap berbagai aspirasi dari pelaku industri perkapalan. Salah satu kendala yang dihadapi adalah kebijakan pembatasan impor baja dan suku cadang kapal.
Saleh mencontohkan bagaimana pembatasan tersebut berdampak pada produksi kapal karena kualitas komponen lokal belum bisa menyamai produk impor. Komisi VII berencana mencari solusi atas permasalahan ini agar industri perkapalan tetap bisa berkembang.
“Misalnya ada satu baut yang tidak bisa diimpor karena ada aturan pembatasan. Walaupun baut itu di buat sendiri tapi mutu dan kualitasnya berbeda jika diimpor dari negara asal produksi. Ini yang kami akan coba carikan solusinya,” ucap Saleh.
Selain itu, regulasi lintas kementerian juga menjadi tantangan besar bagi perusahaan galangan kapal. Saleh mengungkapkan bahwa PT Mariana Bahagia, misalnya, mengalami kesulitan menjual kapal di dalam negeri karena berada dalam Kawasan Berikat yang diawasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Untuk menjual kapal secara legal, perusahaan ini harus mendapatkan rekomendasi khusus, yang prosesnya tidak selalu mudah.
“Perusahaan ini berada dalam Kawasan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Untuk menjual di dalam negeri mereka butuh rekomendasi khusus, nah ini jadin kendala,” jelasnya.
Masalah serupa juga dialami oleh banyak perusahaan galangan kapal lainnya di Indonesia. Oleh karena itu, Komisi VII berencana untuk membahasnya lebih lanjut dengan pimpinan fraksi DPR agar regulasi yang menghambat industri perkapalan dapat disesuaikan.(*)