Meski Perintah Allah, Nabi Ibrahim AS Tidak Semena-Mena Terhadap Putranya
Jitoe – Dalam kehidupan Nabi Ibrahim AS terdapat hikmah yang harus kita wujudkan pada kondisi kekinian. Salah satunya adalah membangun peradaban Islam dimulai dari rumah tangga.
Pernyataan tersebut diungkap Dr. Bukhori Muktar, MA pada khutbah Idul Adha 10 Dzulhijah 1442 H di Musholla Al Ihsan, Selasa pagi (20/07). Menurutnya momen Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban mengingatkan kita kepada sejarah keluarga Nabi Ibrahim AS yang menorehkan tinta emas di muka bumi ini. Mereka adalah Ibrahim AS sebagai Ayah, Hajar sebagai ibu dan Ismail AS sebagai anak seraya mengutip surat Yusuf ayat 111.
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum beriman.
Menurut Kepala SMP Islam Al Azhar 33 Palembang ini, Ibrahim AS, Hajar dan Ismail AS adalah kumpulan organisasi terkecil yang disebut keluarga. Ibrahim digambarkan sebagai insan yang pasrah dan patuh kepada Allah SWT, sementara Hajar memiliki semangat juang yang tinggi simbolisasi kepatuhan dan keoptimisan menatap masa depan. Sedang Ismail sebagai gambaran insan yang memiliki ketulusan.
“Kepasrahan dan kepatuhan Ibrahim AS, semangat juang Hajar dan kelutulusan Ismail membuat kita diperintah Allah untuk menjadikan Ibrahim sebagai uswah (suri tauladan) dalam kehidupan kita,” ujar Bukhori mengutip Surat Al Mumtahanah ayat 4.
Dijelaskan, Nabi Ibrahim AS tunduk dan pasrah mendapat perintah dari Allah agar menyembelih putranya melalui mimpinya. Lalu disampaikan perintah itu kepada putra kecintaannya Ismail AS. Tanpa banyak pikir, Ismail meneyerahkan jiwa raganya kepada Allah SWT.
“Kalaulah keimanan dan ketaqwaan mereka tidak kuat tentulah yang bermain adalah logika rasional manusia yang cenderung mengedepankan sisi humanis daripada kepatuhannya kepada Allah SWT,” kata Bukhori yang meraih Doktor dengan disertasi Konstektualisasi Nilai-Nilai Ibadah Sai dalam pendidikan Keluarga Perspektif Al-Qur’an di Institut PTIQ Jakarta.
Khotbah singkat yang berjudul Membangun Peradaban Islam dari Keluarga Ibrahim AS menyebutkan kendati sebagai orangtua, Ibrahim tidak semena-mena menggunakan eksistensi “keayahannya” dengan serta merta menyembelihnya meski perintah penyembelihan tersebut datang dari Allah SWT.
“Putranya diajak diskusi (komunikasi). Sebab, komunikasi adalah kunci harmonisasi rumah tangga,” ujar Bukhori.
Untuk membangun keharmonisan tersebut, Nabi Ibrajim AS menyapa putra dengan Yabunnayya (wahai permata hatiku). Sapaan ini merupakan motivasi yang akan membangun karateristik dan semangat juang kepada putra-putri kita. Sapaan yang baik-baik ini, akan membuat putra-putrinya tersanjung.
Sebab, lanjut dia, penghargaan terhadap anak anak kurang mendapat respon dari orang tua. Kesibukan dunia kerja kadang menajdi dinding pemisah untuk saling menyapa. Kendati tinggal dalam satu rumah tetapi kemesraan kadsang belum terbangun.
Ketiga hikmah yang dipetik dari keluarga Nabi Ibrahim AS, adalah kepatuhan yang tulus dari seorang Ibrahim terlihat dari doa-doanya yang tersampaikan kepada Allah SWT. “Ya Allah karuniakanlah kepadaku anak yang shaleh.”
Ibrahim tidak meminta anak yang tampan, cerdas atau kaya. Tetapi berdoa anak yang Saleh, sebab tampan, cerdas, dan kekayaan tidak menjamin seorang anak patuh terhadap perintah Allah SWT.
“Mari kita buka hati kita untuk lebih dekat dan lebih mesra dengan keluarga. Dari organisasi kecil yang disebut keluarga untuk membangun sebuah peradaban besar,” ujarnya. (uzi)