Teknologi

Ketahuan, Oknum Karyawan TikTok Mata-Matai Jurnalis

Editor: M. Anton

JITOE – Induk perusahaan TikTok, ByteDance, mengaku telah memecat empat orang karyawan karena telah mengakses data setidaknya dua jurnalis Amerika Serikat dan ‘sekelompok kecil’ orang lain yang terkoneksi dengan kedua jurnalis itu.

Empat karyawan TikTok itu diketahui mengakses data pribadi jurnalis AS usai menemukan celah keamanan platform. Lalu mereka dipecat meski tanpa penjelasan motif aksi mata-mata itu.

Dari investigasi yang dilakukan, para karyawan tersebut berusaha menemukan celah keamanan data wartawan. Dua karyawan berada di AS dan dua lainnya di China, tempat asal induk TikTok, ByteDance.

Dalam suatu email kepada para karyawannya, CEO ByteDance Rubo Liang mengaku kalau dia “sangat kecewa” dengan temuan itu. Dia juga menyatakan bahwa kepercayaan publik yang telah dibangun melalui usaha keras bakal terpengaruh signifikan oleh kesalahan segelintir individu.

Dikutip dari Endgadget, perusahaan sudah menetapkan pegawai itu bertanggung jawab terkait aksi memantau perilaku pengguna dengan mengakses alamat IP dan data lain yang ditautkan ke akun TikTok seorang reporter dari BuzzFeed dan Cristina Criddle dari Financial Times.

Para pegawai juga disebut telah mengakses data beberapa orang yang memiliki hubungan dengan wartawan.

Sementara, Forbes melaporkan ByteDance melacak tiga jurnalis mereka, termasuk beberapa orang yang sebelumnya bekerja di BuzzFeed “sebagai bagian dari kampanye pengawasan rahasia”.

Ketiga wartawan itu sebelumnya menulis tentang TikTok termasuk dugaan hubungannya dengan pemerintah China.

Baca Juga:   Cara Mudah Menambah Font di Canva

Randall Lane, chief content officer Forbes, menyebut insiden ini sebagai “serangan langsung terhadap gagasan kebebasan pers dan peran kritisnya dalam demokrasi yang fungsional.”

CEO TikTok Shou Zi Chew mengatakan dalam email terpisah kepada karyawan yang dilihat oleh Reuters, menyatakan bahwa “pelanggaran seperti itu sama sekali tidak mewakili prinsip perusahaan kami.”

Dia mengatakan perusahaan “akan terus meningkatkan protokol akses ini, yang telah ditingkatkan dan diperkuat secara signifikan sejak inisiatif ini dilakukan.”

Chew juga mengklaim selama 15 bulan terakhir perusahaan sudah bekerja untuk membangun Keamanan Data TikTok AS (USDS) untuk memastikan data pengguna TikTok AS yang dilindungi tetap berada di Amerika Serikat.

“Kami sedang menyelesaikan migrasi manajemen data pengguna AS yang dilindungi ke departemen USDS dan telah secara sistematis memutus jalur akses,” tulisnya.

Dalam pernyataannya kepada Engadget, ByteDance menyatakan pelanggaran para karyawan itu tak sejalan dengan misi perusahaan.

“Pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang tersebut, yang tidak lagi bekerja di ByteDance, merupakan penyalahgunaan wewenang yang parah untuk mendapatkan akses ke data pengguna. Perilaku buruk ini tidak dapat diterima, dan tidak sejalan dengan upaya kami di TikTok untuk mendapatkan kepercayaan dari pengguna kami,” kata ByteDance dalam sebuah pernyataan.

Pihaknya mengklaim menangani keamanan data dengan sangat serius, dan akan terus meningkatkan protokol akses secara signifikan sejak insiden ini terjadi.

Baca Juga:   Perbandingan Kecepatan Internet Indonesia dengan Dunia

Dikutip dari The New York Times, ByteDance mengatakan karyawan yang dipecat itu mengakses data historis pengguna. Data itu sendiri rencananya akan dihapus dari server datanya di AS dan Singapura.

Perusahaan pada Juni mengatakan semua lalu lintas (trafik) pengguna TikTok dialihkan ke server Oracle. Server itu kini menjadi “lokasi penyimpanan default data pengguna AS”. Masalahnya, saat itu ByteDance tetap mencadangkan data di servernya sendiri.

Pada Oktober, Forbes melaporkan anggota departemen Audit Internal dan Pengendalian Risiko ByteDance berencana menggunakan TikTok untuk melacak lokasi warga AS tertentu.

ByteDance membantah klaim tersebut. Namun, laporan itu sejalan dengan hasil penyelidikan internal. Perusahaan mengatakan telah merestrukturisasi departemen itu dan mencegah mengakses data apa pun.

“Tidak peduli apa penyebab atau hasilnya, penyelidikan yang salah arah [karyawan] secara serius melanggar Kode Etik perusahaan dan dikutuk oleh perusahaan,” kata CEO ByteDance Rubo Liang kepada karyawan dalam sebuah memo.

Berita aksi mata-mata dan pemecatan karyawan ini muncul di tengah berbagai upaya untuk melarang TikTok di AS.

Lebih dari belasan negara bagian, termasuk Georgia dan Texas, telah memblokir aplikasi tersebut di perangkat milik pemerintah.

Awal bulan ini, parlemen memperkenalkan RUU yang dirancang untuk melarang TikTok dari gadget di AS, bersama dengan aplikasi lainnya yang terkait dengan China, Rusia, Kuba, Iran, Korea Utara, dan Venezuela. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button