Kurangi Impor Gandum dan Kembangkan Industri Pengolahan Pangan Kearifan Lokal
Oleh: Pudiyaka
“Komoditi kearifan lokal kita, kalau diberi kesempatan, dipacu, dikembangkan industrinya, difasilitasi pasarnya dan diperlakukan seperti nasibnya gandum, maka sangat meyakinkan komoditi pangan kearifan lokal akan dapat menggeser peran gandum di Indonesia.”
Kementerian Pertanian sudah seringkali menyelenggarakan gerakan diversifikasi pangan serentak secara nasional, dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan berbasis sumberdaya lokal.
Namun upaya tersebut sayangnya dalam gerakan tersebut hanya ditujukan untuk mengurangi tingkat konsumsi beras per kapita.
Faktanya seperti terjadi di Provinsi Sumatera Selatan dalam upaya diversifikasi pangan, bisa mengurangi tingkat konsumsi beras perkapita tetapi meningkatkan konsumsi gandum, tentu hal ini menjadi masalah.
Padahal secara nasional masalah Indonesia saat ini mengalami ketergantungan impor pangan terbesar utamanya gandum, gula, jagung, kedelai, dan daging yang nilai impornya naik terus tiap tahun, sehingga menjadi beban negara yang berat karena menguras devisa negara yang seharusnya untuk digunakan untuk membiayai pembangunan Indonesia.
Ketergantungan impor gandum tiap tahun saat ini lebih dari jumlah 10 juta ton gandum per tahun. Seharusnya diversifikasi pangan lokal diarahkan utamanya untuk mengurangi ketergantungan impor gandum dan beras.
Produksi beras nasional dalam tiga tahun terakhir menunjukkan arah yang baik, produksi nasional bisa mencukupi kebutuhan beras dalam negeri.
Namun perlu diwaspadai, karena pertumbuhan produksi padi secara nasional tahun 2021 mendekati angka 0%, artinya mengindikasikan sinyal yang berbahaya. Apalagi saat ini petani dihadapkan pada kenaikan harga sarana produksi yang sangat nyata khususnya pupuk.
Sedangkan harga beras pasti pasti dikendalikan pemerintah supaya tidak menimbulkan inflasi yang tinggi. Apalagi kondisi saat ini banyak negara dalam ambang resesi ekonomi global.
Solusinya, dengan kebijakan pemerintah mengendalikan harga beras, tentunya pemerintah harus memberi insentif kepada petani terutama terkait dengan subsidi sarana produksi padi khususnya pupuk. Sehingga usahatani padi bisa menguntungkan, sehingga petani bergairah menanam padi dan produktivitas akan meningkat.
Kalau tidak ada peningkatan pemberian insentif untuk petani yang nyata, maka dapat diperkirakan produksi padi tidak akan tumbuh dan akan membahayakan keamanan negara, apalagi sebentar lagi akan diselenggarakan Pilpres dan Pileg pada tahun 2024. Perlu diingat beras adalah komoditi politik, pengalaman Sri Lanka dan pengalaman Indonesia sendiri di masa silam fluktuasi produksi beras menimbulkan gejolak politik yang mengancam kedaulatan NKRI.
Dilain pihak, pengurangan impor gandum harus dilakukan dengan kebijakan yang lebih tegas. Perlu dilakukan mengurangi impor gandum dan pengembangkan industri pengolahan singkong, talas, jagung, sorgum dan komoditi kearifal lokal yang lainnya untuk mengganti peran gandum. Dilapangan berbagai daerah sudah ditunjukkan bahwa komoditi gandum bisa digantikan dengan komoditi kearifan lokal yang nyata. Tinggal bagaimana kemauan kita.
Komoditi kearifan lokal kita, kalau diberi kesempatan, dipacu, dikembangkan industrinya, difasilitasi pasarnya dan diperlakukan seperti nasibnya gandum, maka sangat meyakinkan komoditi pangan kearifan lokal akan dapat menggeser peran gandum di Indonesia. (*)