Religi

Perbedaan Fatwa MUI dan PBNU Terkait Hewan Qurban Terjangkit PMK

JITOE – Penyakit mulut dan kuku (PMK) tengah mewabah di Indonesia. Penyakit ini banyak menyerang hewan ternak yang bisanya dijadikan kurban oleh umat muslim pada Hari Raya Idul Adha 1443 H.

Tentunya untuk menghilangkan keraguan, MUI dan PBNU telah mengeluarkan fatwa terkait hewan qurban yang terjangkit PMK.

Berikut sedikit perbedaan fatwa MUI dan PBNU terkait hewan qurban yang terjangkit PMK:

MUI
Mengutip mui.or.id, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait hukum berkurban dengan hewan yang terjangkit PMK. Hal ini dapat dilacak dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Dalam fatwa tersebut hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK diperinci sebagai berikut.

a. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

b. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

Baca Juga:   Bolehkah Zakat Fitrah dengan Berhutang? Ini Kata Ustadz Abdul Somad

c. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.

d. Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah bukan hewan kurban.

PBNU
Sedangkan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), dikutip dari NU Online memutuskan bahwa ternak yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban.

Baca Juga:   Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 11 Maret 2024, Pemerintah Tunggu Rukyatul Hilal

Kajian LBM PBNU membedakan ibadah sedekah dan ibadah kurban. Kajian LBM PBNU menjelaskan bahwa ibadah sedekah lebih terbuka dari segi kriteria dan waktunya.

Adapun ibadah kurban merupakan ibadah istimewa yang memiliki ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam hadits dan kitab-kitab fiqih pada umumnya. Ketentuan agama mengharuskan ibadah kurban berasal dari hewan yang cukup umur dan bebas cacat serta penyakit.

“Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban,” demikian salah satu bunyi putusan tersebut.

Editor: M. Anton

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button