Cerita Nyambung-Nyambung Musholla di Kampungku (1)
Oleh: Uzi Bae
“Sultan saja nurut sama Kerio!”
Kampungku tidaklah begitu besar, namun juga enggan disebut kecil. Penduduknya mungkin ada ratusan jiwa dari puluhan kepala keluarga, dan rata-rata semuanya adalah pendatang.
Yah, memang semuanya pendatang. Karena tanah perkampungan yang kami mukimi ini dulunya adalah tanah bekas hak usaha zaman Belanda. Hak erfpacht atau erfpachtrecht merupakan salah satu jenis status hak tanah zaman kolonial Belanda, masa kakek nenek dahulu.
Rata-rata penduduk kampung adalah pekerja. Ada amtenar, ada petani, ada buruh kuli bangunan, tapi banyak juga yang sudah pensiunan.
Penduduk yang sudah pensiun ini memang lebih banyak kelihatan, terlebih-lebih kalo Maghrib, Isya atau Subuh mereka mudah ditemukan. Karena pada saat-saat seperti itu mereka khusus beribadah di musholla kampungku.
Musholla di kampungku bernama Al Miliku, dibangun tahun 1960 lalu. Jadi kalau sekarang tahun 1970, berarti sudah sepuluh tahun usianya. Luasnya tidak terlalu besar cuma 8 x 8 meter di atas tanah wakaf dari Kerio. Kerio Norman, begitu orang sering menyebut penguasa dusun ini.
Kerio dusun-ku ini (Dusun Bengkak-Bengkok), orangnya cukup baik, perhatian dan lumayanlah banyak duitnya (maklum Kerio).
Ia selalu minta dipuji-puji atas kebaikannya itu, dan kalau bicara harus diangkat-angkat. Saking baiknya, ia berjanji mau menghajikan beberapa orang di dusunku. Minimal umroh, dan warga dusunku sampe sekarang menunggunya meski sudah berjalan hampir 20 tahun.
Bagi warga di dusunku, sudah memahami betul kebiasaan Kerio-ku ini. Dia paling pantang kalau keinginannya tidak dituruti, lebih-lebih kalau yang diperintah itu tidak sebanding dengannya seperti pembantu atau warga yang biasa-biasa saja.
“Kau ni dag galak nurut apa yang kuperintahkan. Sultan bae lagi nurut kalo kuomongi (Kau ini tidak mau turut apa yang aku perintahkan. Sultan saja patuh kalau aku sudah ngomong/ bicara),” ujar sang Kerio memarahi Moreno yang biasa bersih-bersih dan azan di Musholla.
Aku yang mendengar jadi tergilik-gilik bulu ketiak-ku. Kebetulan 6 orang sultan yang pernah memimpin itu kukenal semua dan kerap bertemu.
Kepikiran untuk bertanya, apa benar yang dikatakan Kerio tadi. Kalau benar, sudah sepantasnya Kerio tadi diangkat jadi Penasehat Sultan.
Ah, Karena sudah malam dan aku ngantuk.. maka kucukupkan dulu cerita nyambung-nyambung ini. kalau mau nanggapi sah-sah saja..
(Cerita ini merupakan bualan alias fiksi. Mohon maaf kalau ada kesamaan nama, tempat maupun cerita. Itu semua hanya kebetulan saja).
sampai ketemu episode berikut: