Religi

Dimensi Pendidikan dalam Peristiwa Isra Miraj

Oleh: Dr. Bukhori Mukhtar, MA

Dalam dimensi sejarah, setiap persitiwa yang terjadi memiliki dimensi tersirat didalamnya dan menjadi media pendidikan bagi kaum selanjutnya sebagai mana yang ditegaskan Allah dalam surat Yusuf ayat 111 :

لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ

Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur’an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (surat Yusuf Ayat 111)

Dalam Persitiwa Isra’ Mi’raj menyimpan banyak hikmah dan ibrah bagi orang-orang yang berakal sehat. Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid al-Haram di Mekkah ke Masjid al-Aqsha di al-Quds, Palestina. Sedangkan Mi’raj adalah naiknya Rasulullah SAW menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak bisa dijangkau oleh semua makhluk, malaikat, jin dan manusia. Dan perjalanan itu berlangsung hanya semalam.

Di balik keagungan mu’jizat ini, ada nilai-nilai pendidikan yang patut untuk direnungkan dan diaplikasikan. Junaidi Safitri dalam makalahnya yang berjudul nilai nilai kebaikan peristiwa isra Miraj menjelaskan bahwa sejarah mencatat keesokan harinya Rasullah SAW menceritakan peristiwa itu kepada penduduk Mekkah. Namun berita ditolak mentah-mentah oleh Abu Jahal dan para pengikutnya. Mereka justru menertawakan Rasululah dan mengolok-oloknya. Menurut mereka, perjalanan Nabi di malam hari itu tidak masuk akal. Sebaliknya, ada manusia cerdas seperti Abu Bakar yang bisa menerima kebenaran peristiwa itu tanpa banyak berpikir dan ragu.

Dengan tegas ia mengatakan “Jika memang benar Muhammad yang mengatakannya, dia telah berkata benar, dan sungguh aku akan membenarkannya lebih dari itu.” Atas keyakinannya yang teguh itu Abu Bakar kemudian diberi gelar al-Shiddiq yang berarti orang yang jujur dalam keimanan . Junaidi Safitri menegaskan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj adalah momen yang baik untuk memperkuat aqidah umat Islam. Para pendidik Muslim harus melahirkan manusia-manusia beradab seperti Abu Bakar al-Shiddiq. Manusia-manusia yang keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak menyisakan keraguan sedikitpun. Manusia yang memahami cara menggunakan akal dengan benar agar tidak berpikir nyeleneh.

“Bukan manusia yang “sok kritis” karena terlalu mendewakan akalnya yang lemah. Bukan manusia yang hilang keyakinannya karena “bertaqlid” kepada orang-orang Barat-Sekular yang bertentangan dengan pandangan alam Islam (Islamic Worldview),” .
Selain masalah aqidah, Isra’ Mi’raj juga mengandung pendidikan sebagai berikut :

  1. Pendidikan Ibadah.
    Dalam hal ini tentu saja tentang pentingnya mendirikan shalat. Sebab shalat adalah hadiah dari Allah SWT di malam Isra’ Mi’raj itu. Ibadah shalat adalah Mi’rajnya orang-orang mukmin. Isra’ Mi’raj adalah evaluasi ibadah shalat kita.
    “Apakah shalat kita sudah benar, sesuai syarat, rukun dan adabnya?

    Apakah kita sudah istiqamah mendirikan shalat secara berjama’ah?

    Apakah keluarga kita sudah mendirikan shalat?

    Dan masih banyak lagi pertanyaan yang harus dijawab terkait shalat yang kita laksanakan,”. Lebih lanjut dipaparkan Junaidi Safitri, Allah SWT memerintahkan kita sekeluarga mendirikan shalat dan bersabar dalam mendirikannya (QS Thaha:132). Nabi Muhammad SAW juga memerintahkan para orangtua agar memperhatikan masalah shalat sejak dini. Orangtua wajib mendidik anak-anaknya untuk mendirikan shalat sejak usia tujuh tahun. Bahkan orangtua diizinkan mendidik anaknya dengan pukulan jika mereka meninggalkan shalat ketika sudah berusia sepuluh tahun (HR Abu Daud).

    “Atas dasar itu, para ulama seperti Imam al-Ghazali menjadikan shalat sebagai kurikulum inti dalam mendidik anak Junaidi Safitri menegaskan, perhatian terhadap pendidikan shalat ini harus lebih diutamakan daripada sekedar kemampuan membaca dan menulis. Jika orangtua khawatir anak-anaknya belum bisa membaca dan menulis sebelum masuk sekolah dasar, maka orangtua harus lebih khawatir jika anaknya belum mendirikan shalat padahal mereka sudah di perguruan tinggi. Sebab anak adalah amanah, dan setiap amanah akan dituntut pertanggungjawabannya. ibadah shalat ini adalah akhlak yang baik. Sebab Allah SWT menyatakan bahwa shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar (QS al-Ankabut:45). Banyak akhlak yang mulia di dalam shalat. Di dalam shalat kita dididik untuk menjadi orang yang cinta kebersihan, memakai pakaian yang beradab, disiplin waktu, siap memimpin dan dipimpin, rendah hati, menjaga persatuan, menebarkan kedamaian (salâm) kepada sesama dan sebagainya. Akhlak-akhlak mulia seperti ini hanya akan muncul dari orang-orang yang telah mendirikan shalat dengan benar, istiqamah dan ikhlas.

  2. Pendidikan Memakmurkan Masjid
    Dalam kaitan memakmurkan masjid ada dimensi pendidikan yang lebih bernuansa sosial dan silaturrahim dari proses seseorang ke masjid. Masjid adalah tempat yang paling baik di muka bumi. Masjid adalah rumah Allah swt., tempat yang sangat mulia dan sangat utama untuk kegiatan ibadah umat Islam seperti sholat, berdzikir, bersholawat, dan majlis ta’lim. Karena itulah, Allah swt, begitu sangat mencintai masjid dan orang orang yang berjalan menuju masjid untuk beribadah.

    Dalam Q.S. al-Tawbah: 18 Allah swt. berfirman, yang artinya; “Sesungguhnya hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. Selain itu, dalam hadis disebutkan riwayat al-Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudry, bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya, ”Apabila kamu melihat seseorang biasa pergi ke masjid maka saksikanlah ia benar-benar beriman, karena sesungguhnya Allah swt. berfirman; Sesungguhnya hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir”.

    Baik ayat al-Qur’an maupun sabda Nabi Muhammad saw. tadi, memberikan pemahaman bahwa pergi ke masjid untuk beribadah merupakan bukti nyata keimanan seseorang. Belum dikatakan sempurna iman seseorang jika dia tidak pernah atau jarang sekali pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah. Dengan demikian, maka yang dimaksud dalam ayat ini dengan ‘memakmurkan masjid’ tidak hanya sekadar menyukseskan pendirian dan perbaikan fisik masjid, tetapi yang lebih mendasar adalah mengunjungi masjid untuk melakukan berbagai aktivitas ibadah demi kemakmuran masjid tersebut. Dalam syariat Islam seorang muslim misalnya, sangat dianjurkan untuk shalat berjamaah di masjid lima kali sehari, bahkan pahala shalat berjamaah di masjid memiliki keutamaan pahala berlipat-lipat sampai dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian di rumah. Ditambah lagi ‘bonus’ pahala melangkahkan kaki menuju masjid, beri’tikaf di dalamnya yang bernilai ibadah, Karena itu, wajar jika rutinitas mengunjungi masjid merupakan salah satu indikasi tingginya keimanan seseorang. Di era yang penuh dengan kecanggihan teknologi saat ini, sangat mudah untuk mendapatkan akses dalam memakmurkan masjid. Bahkan sebetulnya, tidak ada alasan lagi untuk sulit pergi ke masjid, mengingat banyaknya masjid yang dibangun oleh umat Islam untuk kemudahan beribadah.

  3. Pendidikan belajar dari umat terdahulu
    Perjalanan Isra Miraj dimulai dari Masjidil Haram di Mekah dan Masjidil Aqsa di Palestina. Anatara makaah dan Masjidil Aqsa adalah pusat pertumbuhan generasi Nubuah mulai dari nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad saat nabi Isra Miraj ada nuansa implisit yang terkandung di dalamnya yakni pelajara sejarah dari Nabi Adam, Idris Nuh dan nabi nabi berikutnya. sejarah yang asal katanya pun merupakan serapan dari Bahasa arab juga asy-syajarotu atau pohon yang bermakna bercabang cabang dan bersambung dalam satu sumber pokok. Pentingnya mengkaji sejarah bagi kehidupan umat, dapat juga kita buktikan dengan banyaknya ayat-ayat Alquran yang berisi tentang kisah-kisah sejarah. Imam ats-Tsa’labi menjelaskan, ayat-ayat Alquran yang membicarakan tentang sejarah (kisah-kisah) itu dua kali lipat lebih banyak dari pada ayat-ayat yang membicarakan tentang hukum halal haram.
    Dalam Alquran kita bisa menemukan kisah kaum Nabi Nuh yang ditenggelamkan oleh banjir bandang akibat kedurhakaan mereka pada Sang Nabi, sedangkan mereka yang patuh diselamatkan dengan bahtera Nabi Nuh.

  4. Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
    Yang tidak boleh dilupakan, Isra’ Mi’raj juga memberi isyarat pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam harus meningkatkan semangat menuntut ilmu-ilmu yang fardhu ‘ain dan fardhu kifâyah. Ilmu-ilmu syariah dan ilmu-ilmu umum. Sebab bangkitnya peradaban harus didahului bangkitnya tradisi ilmu.

    Umat Islam merindukan sosok ulama sekaligus ilmuwan seperti Ibn Haytham, al-Biruni, al-Khawarizmi dan sebagainya. Mereka semua bukan tokoh yang turun dari langit. Tapi tokoh yang lahir dari proses pendidikan yang Islami dan terintegrasi antara ilmu dan adab,” “Peristiwa Isra’ Mi’raj tidak akan terulang kembali. Tetapi semangat itu harus tetap menyala. Yaitu dengan memanfaatkan waktu, khususnya waktu malam dengan ilmu dan amal agar peradaban Islam bisa Mi’raj mengungguli peradaban lainnya.Wallâhu a’lam bi al-shawâb,”

    Demikian potret pendidikan yang termaktub dalam persitiwa Isra Miraj semoga kita tidak hanya memperingatnya tetapi juga bisa mengambil himahnya dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

    Wallahu Alam Bisshawab.
Baca Juga:   Rahasia Hidup Tenang

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button