Editor: M. Anton
JITOE – Kementerian Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) mengalokasikan dana desa khusus untuk program ketahanan pangan sebesar Rp13,6 triliun. Per September 2022, dana tersebut sudah tersalurkan Rp8,63 triliun sehingga masih ada Rp5 triliun lagi yang bakal disalurkan hingga penghujung tahun 2022.
Menteri Desa (Mendes) PDTT Abdul Halim Iskandar menyampaikan tahun ini kucuran dana untuk program ketahanan pangan desa merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang nilainya tidak lebih dari Rp5 triliun.
“Kalau kita lihat berapa dana desa untuk ketahanan pangan, justru yang terbesar adalah hari ini 2022, karena 20 persen dana desa digunakan untuk ketahanan pangan,” ujar Mendes dalam konferensi pers virtual, Jumat (2/9/2022).
Lebih lanjut dia meminta perangkat desa untuk aktif memanfaatkan Dana Desa guna menjaga ketahanan pangan di level desa.
“Saya pikir masih sangat longgar waktunya dan masih dimungkinkan pemanfaatan dana desa melebihi pagu yang ada,” tutur Gus Halim.
Ia mengemukakan, pihaknya telah mengeluarkan Kepmendesa 82/2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan Di Desa.
Nantinya dana tersebut terbagi dalam penggunaanya, seperti untuk pembangunan infrastruktur di lokasi ketahanan pangan, bantuan sosial kepada kelompok tani, pemberdayaan kelompok tani, hingga penambahan modal usaha BUM Desa unit usaha ketahanan pangan.
“Ada bumdes sekitar 16.155 bumdes yang memiliki unit usaha pangan, kemudian jumlah tenaga kerja yang terserap sudah 100.900 orang,” lanjutnya.
Gus Halim menjelaskan keuntungan yang dihasilkan oleh bumdes ini juga menurutnya masih cukup baik untuk memutar roda perekonomian masyarakat desa, sehingga pemilihan ekonomi bisa terus berjalan ditingkat desa. “Omzet Bumdes pangan per satu tahun terkahir berjumlah Rp990,5 miliar dari 16.155 Bumdes,” kata Gus Halim.Setidaknya menurut Gus Halim ada tiga tujuan ketahanan pangan, pertama tentu untuk meningkatan ketersediaan pangan, baik dari hasil produksi masyarakat desa, maupun lumbung pangan desa.
Kedua untuk meningkatan keterjangkauan pangan untuk masyarakat desa. Lalu, ketiga meningkatan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman, higenis, bermutu, tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat.
“Lumbung pangan desa juga menjadi perhatian kita hari ini untuk antisipasi berbagai kemungkinan, termasuk antisipasi perubahan iklim ekstrem dimana sudah kita ketahui bersama banyak negara yang tau tau danaunya kering, bendungan susut airnya, ini kita berharap sampai ke Indonesia,” katanya. (*)