Satu Cara Menabung di Desa untuk Bisa Kaya
Pengalaman Pak Neker yang tinggal di lingkungan jalan Talang Jering Kel. Kenten Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin kini menjadi perhatian banyak orang berkat upayanya membuktikan kehebatan bisnis budidaya entok. Ketika ditemui (20/3/21) Pak Neker menjelaskan bahwa awalnya bisa tertarik membudidayakan entok dan bebek dari melihat cara unik Pak Matsoli dalam memelihara entok, yang dilakukan di jalan Karya Muda Kel. Sako Baru Kec. Sako kota Palembang, karena merasa cara yang dilakukan Pak Matsoli praktis dan cukup sederhana dan hasilnya sangat meyakinkan, dengan resiko kerugian yang sangat kecil.
Pak Matsoli saat itu juga ikut menjelaskan bahwa menurut pengalamannya harga jual daging entok lebih tinggi dari daging ayam dan nilai jualnya lebih stabil, harga jual entok tidak mengalami fluktuasi seperti harga daging ayam.
Awalnya Pak Neker berinvestasi dengan membeli entok dari Pak Matsoli pada September 2020 sebanyak 9 ekor entok betina (umur 2 bulan) dan 2 ekor entok jantan (umur 2 bulan).
Budidaya entok yang dilakukan Pak Neker dalam kandang tertutup (tidak pernah diliarkan) dan diberi pakan setiap pagi dan sore hari. Kandang entok dan pagar sebagian besar dibuat dari bahan bambu yang dilakukan secara bertahap
Setelah dipelihara hingga Maret 2021 (selama 6 bulan), sekarang telah menjadi 29 indukan dan anakan sebanyak 82 ekor. Dari 82 ekor anakan tersebut, ada 50 ekor umur 4 bulan dan 22 ekor umur 3 bulan, ditambah lagi ada 77 butir telur yang tidak lama lagi akan menetas menjadi entok.
Kondisi saat ini untuk memenuhi kebutuhan hidup entok, Pak Neker harus menabung dari hasil bertanam sayuran sebesar Rp 23.000 untuk membeli pakan entok (8 kg dedak, 1 kg jagung, dan sayuran) setiap hari.
Itu semua yang telah dibuktikan Pak Neker, dan masyarakat sekitarnya sekarang banyak berdatangan ingin tahu.
Menurut hitungan Pak Neker, nanti setelah 6 bulan berikutnya ( September 2021), diperkirakan akan memiliki entok sebanyak 1.500 ekor. Kalau dipanen pada September 2021, diperkirakan nilai uangnya sudah menjadi ratusan juta rupiah, mengingat harga entok yang sudah besar per ekor berkisar Rp 80.000,-.
Pak Neker mengaku (20/3/21), hingga saat ini belum pernah menjual hasil budidaya entoknya. Pak Neker menegaskan, ingin membuktikan bahwa pengembangan budidaya entok yang dilakukan sebagai salah satu usaha yang menarik bagi masyarakat di desa, apalagi pada kondisi pandemi Covid-19 saat ini, banyak terjadi pengangguran. Tetapi dengan fakta ini, tidak ada alasan orang punya lahan didesa tidak punya pekerjaan, tegasnya. (Pdk/j5)