Hukum & HAM

Transparansi atau Formalitas? Tantangan Pelaksanaan LHKPN di Indonesia

Oleh: Bangsa Prabu

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) saat ini tengah menjadi perbincangan publik. Bagaimana tidak, LHKPN merupakan instrumen penting yang dirancang untuk mencegah korupsi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap pejabat negara.

Namun faktanya, masih banyak pejabat yang dinilai tidak patuh, baik dengan tidak melaporkan harta kekayaannya maupun memberikan laporan yang tidak lengkap.

Kasus terbaru melibatkan Bupati Jepara terpilih, Witiarso Utomo, yang diduga tidak melaporkan kepemilikan kendaraan mewah Lamborghini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ada juga kasus Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat Dedy Mandarsyah yang diduga ketahuan tidak melaporkan aset properti-nya.

Insiden ini menjadi sorotan dan memunculkan diskusi tentang apakah pejabat yang tidak melaporkan harta kekayaannya dapat dikenai sanksi hukum.

Apa Itu LHKPN dan Mengapa Penting?

Dilansir dari laman resmi KPK, LHKPN pertama kali diterapkan pada tahun 2002 berdasarkan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2002, kemudian diperbarui melalui Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2016.

Baca Juga:   ICW Pertanyakan Eks Napi Korupsi Raden Brotoseno, Kenapa Tak Dipecat Polri?

Laporan ini bertujuan untuk memastikan penyelenggara negara bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dengan melaporkan harta secara terbuka, pejabat publik diharapkan:

  1. Meningkatkan Transparansi: Kekayaan pejabat yang dilaporkan harus sesuai dengan penghasilan sah, sehingga mencegah potensi penyalahgunaan jabatan.
  2. Meminimalkan Konflik Kepentingan: LHKPN membantu mengidentifikasi potensi benturan kepentingan yang dapat merugikan negara.
  3. Membangun Kepercayaan Publik: Pejabat yang jujur dan transparan dalam melaporkan harta menunjukkan integritas dan komitmen mereka terhadap akuntabilitas.

Tantangan Pelaksanaan LHKPN

Meski memiliki tujuan yang baik, pelaksanaan LHKPN sering menemui kendala, salah satunya rendahnya tingkat kepatuhan pejabat. Beberapa pejabat tidak melaporkan secara lengkap, atau bahkan menganggap pelaporan ini hanya formalitas.

Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, pernah menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tidak mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran LHKPN.

Baca Juga:   Ustadz Dipolisikan, Buntut Pukul Santri Usai Nobar Piala Dunia

“Ketidaksesuaian laporan hanya dikenai sanksi administratif, yang pelaksanaannya pun dikembalikan kepada instansi masing-masing,” kata Pahala dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan tahun 2023 lalu.

Jika pimpinan instansi tidak memberikan perhatian serius terhadap pelanggaran ini, maka tidak ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan.

Harapan ke Depan

Dengan keterbatasan sanksi yang ada saat ini, berharap agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset segera disahkan untuk memberikan dasar hukum yang lebih kuat.

Selain itu, peningkatan kepatuhan terhadap LHKPN memerlukan pengawasan yang ketat, baik dari instansi terkait maupun masyarakat.

Melalui transparansi yang lebih baik, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat meningkat, serta mendorong terbentuknya budaya pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Semoga terwujud. (*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button